Selasa, 26 Mei 2009

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah merupakan salah satu unsur utama dari sebuah negara kesejahteraan (welfare state) yang bertujuan menciptakan kesejahteraan bagi penduduknya. Untuk itulah maka diperlukan sinergitas antara kepentingan penduduk dengan kepentingan pemerintah. Salah satu bentuk sinergitas antara penduduk dan pemerintah adalah sinergitas dalam kebijakan kependudukan yang dimanifestasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Pengaturan terhadap administrasi kependudukan merupakan masalah yang kompleks mengingat bahwa aspek ini melibatkan banyak instansi dan banyak kepentingan. Kebijakan dan implementasi administrasi kependudukan mencakup kegiatan pendaftaran kependudukan, pencatatan sipil dan pengelolaan informasi kependudukan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dalam prakteknya kebijakan dan implementasi administrasi kependudukan tersebut dipengaruhi oleh aspek landasan hukum, aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, aspek penerapan teknologi dan sistem pelayanan, aspek registrasi, aspek demografis (kesadaran masyarakat), aspek pengolahan data penduduk.
Pada saat ini pemerintah menetapkan kebijakan mengenai administrasi kependudukan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berlaku sejak 29 Desember 2006. Di dalam Pasal 7 UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan disebutkan, Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangan meliputi :
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ;
b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan ;
c. pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan ;
d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ;
e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan ;
f. penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan ;
g. pengelolaan dan penyajian Data kependudukan berskala kabupaten/kota ;
h. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan ;
Pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan merupakan salah satu tugas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melayani masyarakat umum, yang meliputi tugas dan fungsi, mendaftarkan dan menertibkan KTP, Kartu Keluarga, serta berbagai Akta Catatan Sipil maupun pencatatan Mutasi dan pengelolaan Data Penduduk.
Di Kota Bau-Bau tugas pelayanan administrasi publik menjadi tugas sekaligus merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, yang diwakili oleh “Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil”. Sebagaimana diatur dalam UU No 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan daerah, ”Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”
Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh penulis di lapangan, pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau berjalan kurang optimal, dapat dilihat dari beberapa permasalahan, di antaranya yaitu prosedur pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berbelit-belit yaitu harus ke RT, RW, Kelurahan atau Desa baru ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Belum lagi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil harus melalui beberapa bagian yaitu Seksi Identifikasi Penduduk, kemudian diketahui oleh Kepala Bidang Bina Pendaftaran dan terakhir ke Kepala Dinas. Permasalahan tersebut muncul diduga karena birokrasi pemerintahan Kota Bau-Bau kurang cakap dalam menerapkan keahliannya sebagai suatu alat birokrasi yang seharusnya menerapkan prinsip efektivitas dalam pelayanannya. Birokrasi cenderung miskin ide-ide baru untuk menyederhanakan prosedur pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan menemukan solusi terhadap permasalahan tersebut. Sehingga warga merasa enggan untuk mengurus sendiri dan lebih memilih mempergunakan jasa orang lain yang memiliki akses kedekatan denganbirokrasi. Permasalahan yang lain, yaitu seringkali Kartu Tanda Penduduk (KTP) selesai dengan waktu yang relatif lama. Memang mengenai waktu penyelesaikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak secara jelas diatur dalam peraturan perundangan namun waktu penyelesaian Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari hasil pengamatan adalah seminggu, terhitung mulai dari RT hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP) tersebut selesai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Masyarakat yang sangat membutuhkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam waktu cepat guna keperluan tertentu sangat dirugikan dengan tidak terselesaikannya Kartu Tanda Penduduk (KTP) tepat pada waktunya tersebut.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan asas cepat yang seyogyanya dimiliki oleh birokrasi pemerintahan. Salah satu penyebab Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak selesai pada waktunya tersebut disebabkan karena kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Selain itu, warga kurang begitu mengetahui tentang prosedur yang harus dijalani dalam membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Tahapan-tahapan prosedural ini kurang tersosialisasikan luas kepada masyarakat. Hal ini menunjukan adanya sosialisasi yang kurang tentang pelaksanaan prosedur yang benar yang harus dijalani dalam mendapatkan layanan pemerintah, khususnya dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Tampaknya kurang optimalnya pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau berdasarkan pemaparan di atas diduga karena birokrasi pemerintahan yang dijalankan kurangprofesional. Dampak dari apa yang ditunjukan oleh kinerja birokrasi tentu saja dirasakan langsung oleh masyarakat yang secara langsung mendapatkan pelayanan dari birokrasi pemerintahan. Padahal sejatinya apa yang dilakukan dalam upaya pembenahan birokrasi diarahkan bagi peningkatan pelayanan kepada publik. Dalam rangka pelaksanaan otonomi, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mengkedepankan kualitas pelayanan masyarakat yang berkelanjutan.
Dengan demikian Aparatur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai institusi pelayanan publik dituntut untuk memperbaiki dan senantiasa melakukan reformasi serta mengantisipasi perkembangan zaman yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, komitmen untuk menciptakan good governance melalui pegawai yang professional, terlatih dan berprilaku positif disadari sepenuhnya oleh institusi pemerintah.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK NO. 23 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN KTP DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA BAU-BAU

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalah penelitian ini diarahkan pada hal-hal yang menyangkut Tentang Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau yang berdasarkan hasil pengamatan sementara di duga kurang optimal. Palayanan Aparatur pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau masih belum baik dan masih belum mengenai sasaran, dimana terlihat bahwa masih berbelit-belitnya dan lambatnya proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) akibat dari Birokrasi Pemerintah yang kurang provesional dan kurang cakap dalam menerapkan keahliannya serta kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh Aparatur Pemerintah setempat.
1.2..2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau ?
2. Apakah kendala yang dihadapai dalam Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau ?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
1. Untuk mengetahui Bagaimana Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapai dalam Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
1.3.2. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan Bagaimana Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau
2. Untuk mendeskripsikan kendala yang dihadapai dalam Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau

1.4. Kegunaan Penelitian.
1.4.1. Kegunaan Praktis
Secara Praktis penelitian ini dapat berguna kepada pengambil kebijakan dalam menemukan solusi yang bermanfaat khususnya pada Pemerintah Kota Bau-Bau pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Upaya melakukan pelayanan terbaik di masyarakat dan diharapkan dapat memperbaiki, meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah di daerah sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan Otonomi Daerah.

1.4.2. Kegunaan Teoritis
Secara Teoritis hasil penelitian ini daiharapkan dapat memperkaya pengembangan ilmu administrasi yang berhubungan dengan konsep-konsep kinerja dan pelayanan publik dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta dapat memperkaya khasana ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan kinerja organisasi Pemerintahan.

1.5. Pendekatan Masalah dan Pola Deskriptif
1.5.1. Pendekatan Masalah

A. Kebijakan Publik
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkinya kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah provinsi, keputusan Gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan Bupati/Walikota.
Oleh karenanya dalam pembahasan ini peneliti menyajikan teori-teori kebijakan publik, hingga proses kebijakan publik. Karena hakekatnya Undang-Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik.
Menurut Anderson dalam Islamy (2001:4) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu yang kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dan mencapai suatu tujuan. Dalam setiap kebijakan pasti membutuhkan orang-orang sebagai perencana atau pelaksana kebijakan maupun objek dari kebijakan itu sendiri. Sebagaimana penjelasan Islamy (2001:5) kebijakan adalah suatu program kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu
Hogwood dan Peters menganggap ada sebuah proses linier pada sebuah kebijakan yaitu : policy innovation – policy succession – policy maintenance – policy termination. Policy innovation adalah saat di mana pemerintah beusaha memasukkan sebuah problem baru yang diambil dari hiruk pikuk kepentingan yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi sebuah kebijakan yang relevan dengan konteks tersebut. Policy succession, setelah aspirasi itu ditangkap maka pemerintah akan mengganti kebijakan yang ada dengan kebijakan baru yang lebih baik. Policy maintenance adalah sebuah pengadaptasian atau penyesuaian kebijakan baru yang dibuat tersebut untuk keep the policy on track. Policy termination adalah saat dimana kebijakan yang ada tersebut dan dianggap sudah tidak sesuai lagi maka kebijakan tersebut dihentikan Putra ( 2003:115-116).
Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama Dunn (2000:15) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan

Proses Kebijakan Publik
Tahap Karakteristik
Perumusan Masalah : Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah
Forecasting (Peramalan) : Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan
Rekomendasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat bersih paling tinggi
Monitoring Kebijakan : Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan termasuk kendala-kendalanya
Evaluasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan
Sumber : AG. Subarsono (2005:9)


B. Pengertian Implementasi Kebijakan
Sebelum dilakukan pelayanan publik, tentunya akan dirumuskan kebijakan untuk mengatur teknis pelayanan tersebut kepada masyarakat pengguna (customers). Bagaimana agar kebijakan publik yang dirumuskan sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, adalah merupakan titik pangkal dari keberhasilan Pemerintah Daerah dalam menerima dan mengimplementasikannya. Kebijakan Publik menurut Kartasasmita, (2007:42) adalah upaya untuk memahami dan mengartikan:
1) Apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah;
2) Apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya
3) Apa pengaruh dan dampak dari kebijakan tersebut.
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Sebagaimana rumusan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabartier dalam Wahab, (2000:51) mengemukakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan Undang-Undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting terhadap Undang-Undang atau peraturan yang bersangkutan.
Berdasarkan pemahaman diatas konklusi dari implementasi jelas mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Dalam konsep implementasi ini harus digaris-bawahi ada kata-kata “rangkaian terstruktur” yang memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti melibatkan berbagai komponen dan instrumen.
“Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain, Subarsono (2006:89).
Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan Lineberry (1978) dalam Putra (2001:81) menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (standard operating procedures/SOP)
3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas/badan pelaksana
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan
Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan belum dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Proses yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi kebijakan yang ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu perkiraan (forecasting) akan masa depan yang masih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidak-berhasilan kebjakan akan diketahui.
Bahkan Udoji dalam Wahab (1997:59) dengan tegas mengatakan “the execution of policies is as important if not more important that policy-making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan). Oleh karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi merupakan unsur yang sangat penting sebagai kontinuitas dari munculnya suatu kebijakan.
Demikian pula pendapat dikemukakan oleh Dye (1992:2) mengartikan:”public policy is whatever governments choose to or not to do”, kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan. Demikian pula menurut Edward III dan Sharkansky dalam Islamy (2001:18) yang mengemukakan:”what government say and to, or not to do. It is goals or purpose of government programs”. Kebijakna publik adalah apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan Publik merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah.
Elemen yang terkandung dalam kebijakan publik, dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy (2001:20-21) yang mencakup:
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada suatu peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalam kebijakan sebagaimana disebutkan diatas maka kebijakan publik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan. Kebijakan publik ini berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan (Wahab, 2000:13).
Kebijakan publik yang telah disahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan publik berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata. Dengan kata lain pelaksanaan kebijakan publik berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran (target groups)
Implmentasi kebijakan publik (public policy implementation) merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik. Implementasi Kebijakan Publik menurut kamus Webster dalam Wahab (2000:50) diartikan:”to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksnakan sesuatu), to give practical effect to ( menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu)”. Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksnakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
Implementasi Kebijakan Publik menurut Jones dalam Widodo ( 2001:194) terdapat tiga macam aktivitas:
1) Organization; the estabilishment or rearrangment of resources, units, and methods for puting a policy into effect.
2) Intepretation; the translation of languege (often contained in a state) into acceptable and feasible plans and directives.
3) Application; the routine provision of service, payments, or other agree upon objectives or instruments.
Aktivitas pengorganisasian (Organization) merupakan suatu upaya menetapkan dan menata kembali sumber daya (resources), unit-unit (units) dan metode-metode (methods) yang mengarah pada upaya mewujudkan (merealisasikan kebijakan menjadi hasil (outcome) sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan. Kemudian aktivitas intrepretasi (Intrepretation) merupakan aktivitas interpretasi substansi dari suatu kebijakan dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami sehingga substansi kebijakan dapat dilaksnakan dan dapat diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. Sedangkan aktifitas aplikasi (application) merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin, pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sarana kebijakan yang ada (routine provision of services, payment, or other agree upon objectives or instruments). Sehingga bisa disimpulkan bahwa implementasi adalah merupakan proses yang memerlukan tindakan-tindakan sistematis dari pengorganisasian, intreprestasi, dan aplikasi.

C. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Sebagaimana telah dibahas didalam konsep implementasi kebijakan, terdapat berbagai variabel yang saling terikat, berinteraksi dan mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Keseluruhan variabel tersebut merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dan dapat menjadi faktor pendorong (push factor) maupun faktor penekan (pull factor). Oleh sebab itu para pengambil kebijakan (policy maker) hendaknya menyadari akan substansi dari berbagai faktor tersebut sebelum kebijakan diformulasikan dan diimplementasikan.
Menurut Subarsono (2005:90) ada berbagai macam teori implementasi, seperti dari George C. Edwards III (1980), Merilee S. Grindle (1980), dan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983), Van Meter dan Van Horn (1975), dan Cheema dan Rondinelli (1983), dan David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999). Guna pembatasan dalam penelitian ini maka peneliti memilih untuk menyajikan beberapa teori yang dianggap relevan dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti. Hal ini bukan berarti bahwa peneliti men-justifikasi teori-teori lain tidak lagi relevan dalam perkembengan teori implementasi kebijakan publik, melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini.
Keberhasilan implementasi menurut Grindle (1980:120) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Berdasarkan Merilee S. Grindle dalam Subarsono (2005:94) bahwa isi kebijakan (content of policy) terdiri dari kepentingan kelompok sasaran, tipe manfaat, derajad perubahan yang diinginkan, letak pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumber daya yang dilibatkan. Sementara lingkungan implementasi (context of implementation) mengandung unsur keleluasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, serta kepatuhan dan daya tanggap.
Teori lainnya yang tidak jauh berbeda dengan teori Merilee diatas ialah teori yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazmanian (1987). Karena dalam teorinya mereka menjabarkan dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang hampir identik dengan teori Merilee. Variabel pertama yaitu variabel daya dukung peraturan yang mencakup instrumen yang memiliki keterlibatan langsung dalam mempengaruhi suatu kebijakan. Dan variabel kedua ialah variabel non peraturan yang mengandung unsur yang mirip dengan penjelasan mengenai lingkungan implementasi Merilee.
Variabel tambahan yang diuraikan oleh Sabatier dan Mazmanian adalah adanya karakteristik dari suatu masalah yang akan mempengaruhi implementasi kebijakan. Untuk itulah dipandang perlu untuk melakukan identifikasi masalah (problem identification), sebelum kebijakan diformulasikan. Karena dalam permasalahan sosial tertentu khususnya di masyarakat Indonesia yang heterogen, seni dalam mengolah kebijakan harus benar-benar diperhatikan. Tidak jarang suatu kebijakan yang ditujukan demi kemashlahatan justru menimbulkan konflik baru yang tidak diramalkan, diakibatkan para pengambil kebijakan gagal dalam meng-karakteristikkan suatu masalah.
Pemikiran Sabatier dan Mazmanian dalam Putra (2001:89) menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya memenuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis). Karena itu model top-down yang mereka kemukakan lebih dikenal dengan model top-down yang paling maju.

D. Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan pilar dasar penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis kerakyatan untuk mewujudkan pelayanan publik yang sesuai dengan koridor tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Agar dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik maka terdapat asas penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi
a) Asas kepastian hukum, adalah adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.
b) Asas keterbukaan, bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
c) Asas Partisipatif, yaitu untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
d) Asas Akuntabilitas, bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e) Asas kepentingan umum, yaitu dalam pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan.
f) Asas profesionalisme, adalah aparat penyelenggara pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya.
g) Asas kesamaan hak, yaitu dalam pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
h) Asas keseimbangan hak dan kewajiban, adalah pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
i) Asas efisiensi, bahwa yang menentukan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan yang sederhana, cepat dan murah, tidak memberikan pembebanan pembiayaan kepada masyarakat secara tidak wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
j) Asas efektifitas, adalah orientasi penyelenggaraan pelayanan publik untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
k) Asas imparsial, bahwa yang menjadi pedoman dan arahan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk bersikap netral, non diskriminasi dan tidak berpihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.





Kerangka Pikir

UUD 1945

UU NOMOR 12 TAHUN 2006
TENTANG KEWARGANEGARAAN
REPUBLIK INDONESIA


UU NO 23 TAHUN 2006
TENTANG ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN


Customer Public Policy
Masyarakat Pemerintah Daerah/Negara




Indek Kepuasan Masyarakat Implementasi
Pelayanan Publik

Administrasi Pelayanan
1. penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan ;
2. pembinaan dan sosialisasi
penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan ;
3. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan ;

Standart Pelayanan

Good Local Governance
1.5.2. Pola Deskriptif
Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa Pola deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengidentifikasi bahwa Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau belum optimal, dapat dilihat dari beberapa permasalahan, di antaranya yaitu prosedur pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berbelit-belit yaitu harus ke RT, RW, Kelurahan atau Desa baru ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Belum lagi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil harus melalui beberapa bagian yaitu Seksi Identifikasi Penduduk, kemudian diketahui oleh Kepala Bidang Bina Pendaftaran dan terakhir ke Kepala Dinas. Permasalahan yang lain, yaitu seringkali Kartu Tanda Penduduk (KTP) selesai dengan waktu yang relatif lama, dimana waktu penyelesaian Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah seminggu, terhitung mulai dari RT hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP) tersebut selesai.Sehingga Masyarakat yang sangat membutuhkan Kartu Tanda Penduduk (KTP)dalam waktu cepat guna keperluan tertentu sangat dirugikan dengan tidak terselesaikannya Kartu Tanda Penduduk (KTP) tepat pada waktunya tersebut.
Adapun kendala Permasalahan tersebut muncul diduga karena birokrasi pemerintahan Kota Bau-Bau kurang cakap dalam menerapkan keahliannya sebagai suatu alat birokrasi yang seharusnya menerapkan prinsip efektivitas dalam pelayanannya serta kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Selain itu, warga kurang begitu mengetahui tentang prosedur yang harus dijalani dalam membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil karna sosialisasi yang kurang tentang pelaksanaan prosedur yang benar yang harus dijalani dalam mendapatkan layanan pemerintah, khususnya dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sehingga warga merasa enggan untuk mengurus sendiri dan lebih memilih mempergunakan jasa orang lain yang memiliki akses kedekatan denganbirokrasi

1.6. METODOLOGI PENELITIAN
1.6.1. Metode Yang di Gunakan
Dalam penelitian ini digunakan metode analisis data secara deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang. Arikunto, (2000:9)
Penulis menggunakan metode deskriptif dimaksudkan agar memperoleh gambaran dan data secara sistematis tentang berbagai hal yang berkaitan erat dengan tinjauan tentang Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan KTP Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau



1.6.2. Data yang di Perlukan
Menurut Webster’s New World Dictionary, data adalah things know or assumed, yang berarti bahwa data itu adalah sesuatu yang diketahui atau dianggap Supranto, (1991 : 15 ).
Keberadaan dan kebenaran data yang diperoleh sangat membantu penulis dalam kelancaran penelitian ini. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data Primer dan data Sekunder. Data Primer adalah data yang dikumpulkan untuk mencapai tujuan penelitian berupa aspek yang berkaitan dengan fungsi Implementasi Kebijakan Publik No. 23 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Dalam meningkatkan kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Data sekunder merupakan data yang berperan sebagai pelengkap data utama melalui studi kepustakaan atau sumber-sumber lainnya dalam dalam menjawab penelitian

1.6.3. Sumber Data dan Cara Menentukannya
Berdasarkan sumber data dan cara penelitiannya data penelitian ini diperoleh dari 3 (tiga ) sumber yaitu :
1. Observasi (pengamatan)
Adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki Marzuki, (2002:58). Metode ini penulis lakukan dengan cara meninjau langsung Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau.
2. Document Research (penelitian kepustakaan)
Menurut Sugiyono (2001:82) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
3. Metode Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian Marzuki, (2002:62). Dalam hal ini penulis bertanya kepada pegawai yang terlibat dalam penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang terdiri data Primer dan Data Sekunder.
2. Data primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat pertama kalinya Marzuki, (2002:55)

2. Data sekunder
Adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Misalnya biro statistik, majalah, keterangan-keterangan atau publikasi lainnya. Marzuki, (2002:56). Data sekunder pada umumnya dikumpulkan dari para Pegawai, dan Para pejabat fungsional, lebih khusus pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengenai hal-hal yang dianggap bersangkuta dengan Implementasi Kebijakan Publik dalam pelayanan Administrasi Kependudukan
1.6.5. Teknik Analisis Data
Metode ini menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh linclon dan Guba Moleong (2007:112) yang terdidi dari empat kegiatan yang dilakukan dari awal hingga selesainya kegiatan yaitu :
1. Pengumpulan data yaitu yang dilakukan melalui observasi atau wawancara lalu dilakukan pencatatan dan pengetikan serta penyuntingan seperlunya
3. Reduksi yakni mengadakan pemilahan terhadap data yang ada, mempertajam data analisis, meringkas serta membuang data yang tidak diperlukan
4. Menyediakan data yakni menyediakan data serta menyederhanakan data yang telah diperoleh agar dapat memudahkan penelitian dalam penarikan kesimpulan
5. Penarikan kesimpulan yakni melakukan verifikasi dengan meninjau ulang catatan atau data yang diperoleh serta menganalisis sebab akibat termasuk bertukar pikiran dengan teman-teman sejawat dan masyarakat dan kemudian mengambil kesimpulan

1.6.6. Lokasi Penelitian
Berdasarkan topik yang dikaji, maka lokasi penelitian ini ditetapkan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau. Dalam penentuan lokasi penelitian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan oleh peneliti, terutama berkaitan dengan substansi dari lokasi penelitian dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
Secara lengkap pemilihan Kantor tersebut sebagai lokasi pelayanan disebabkan oleh beberapa sebab, yaitu :
a. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau merupakan salah satu instansi pelaksana dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
b. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan mudah di Kantor yang akan menjadi lokasi penelitian.
c. Adanya kendala atau permasalahan yang muncul diduga karena birokrasi pemerintahan sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana permasalahan yang terjadi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bau-Bau



1.6.7. Jadwal Penelitian
Penelitian merupakan serangkaian kegiatan yang memerlukan penjadwalan dalam pelaksanaannya. Tujuan penjadwalan adalah untuk mengefisiensikan waktu dan merencanakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama proses penelitian. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan tabel mengenai jadwal penelitian :

Tabel Jadwal Kegiatan Penelitian

TAHAPAN KEGIATAN PENELITIAN BULAN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT
PERSIAPAN AWAL Pengajuan pra proposal penelitian
Penyusunan outline dan proposal penelitian
Konsultasi dan perbaikan
Persetujuan proposal
Seminar Proposal
Perbaikan
PENELITIAN Pengumpulan data
Pengolahan data
Penyusunan hasil penelitian
PELAPORAN Seminar Hasil Penelitian





DAFTAR PUSTAKA


Abdul Wahab, Solichin, 2000, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke lmplementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Dunn, N William, 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. edisi kedua. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Dye Thomas R, 1992, Understanding Public Policy (Seventh edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Ginandjar Kartasasmita. 2007 SISTEM MANAJEMEN NASIONAL Dalam Tinjauan Administrasi Publik . Makalah Bandung, 9 Oktober
Islamy, M Irfan. 2001. Seri Policy Analysis. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.
Marzuki, 2002. Metodologi Riset. PT.Haninda Offset. Yogyakarta
Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif. Remaja Karya. Bandung
Putra, Fadillah. 2004 Partai politik & kebijakan publik: Analisis terhadap kongruensi janji politik partai dengan realisasi produk kebijakan publik di Indone. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Putra, Fadilah (2001) Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Perubahan dan Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Surabaya
Said Zainal Abidin. 2004 Sumber Buku Kebijakan Publik, Edisi Revisi, Penerbit: Yayasan Pancur Siwah, Jakarta.
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik (Konsep,Teori,dan Aplikasi) Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Sugiyono, Eri Wibowo, (2001). Statistika Penelitian. Alfabeta. Bandung
Supranto, Johannes. 1991. Metodologi penelitian sosial dan hukum . FE UI . Jakarta
Wahab. Abdul Solichin. 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke lmplementasi Kebijaksanaan Negar., Bumi Aksara. Jakarta.
Widodo Joko, 2001, Good Governance, Insan Cendekia, Surabaya.
Yousa, Amri. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Laboratorium Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Administrasi Negara. FISIP Universitas Padjajaran. Bandung

Tidak ada komentar: